Analisa RUU Partai Politik 2007
Dalam RUU Partai Politik Tahun 2007, memberikan penjelasan umum seperti ini
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.
Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui.
Undang-Undang ini mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara.
Dalam Undang-Undang ini diamanatkan perlunya pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa
Dalam Undang-Undang ini dinyatakan secara tegas larangan untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukan dengan memegang teguh prinsip berkeadilan dan menghormati hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Seluruh pokok pikiran di atas dituangkan dalam Undang-Undang ini dengan sistematika sebagai berikut: (1) Ketentuan Umum; (2) Pembentukan Partai Politik; (3) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; (4) Asas dan Ciri; (5) Tujuan dan Fungsi; (6) Hak dan Kewajiban; (7) Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8) Organisasi dan Tempat Kedudukan; (9) Kepengurusan; (10) Pengambilan Keputusan; (11) Rekrutmen Politik; (12) Peraturan dan Keputusan Partai Politik; (13) Pendidikan Politik; (14) Penyelesaian Perselisihan Partai Politik; (15) Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan Penggabungan Partai Politik; (18) Pengawasan; (19) Sanksi; (20) Ketentuan Peralihan; dan (21) Ketentuan Penutup.
Dalam RUU Partai Politik Tahun 2007 saya ingin menganalisa RUU ini apakah dapat menampung aspirasi rakyat ataukah tidak.
Dalam RUU ini terdapat pasal yang bertentangan dengan dengan Pasal 28 UUD 1945 mengenai Hak Asasi Manusia. Yaitu Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik apabila: (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri secara tertulis; (c) menjadi anggota Partai Politik lain; atau (d) melanggar AD dan ART”.
Dalam pasal 16 ayat (1) RUU Partai Politik Tahun 2007 ini, hanya dijelaskan anggota partai politik yang diberhentikan dari partai politik apabila meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, menjadi anggota partai politik lain, dan melanggar AD dan ART.
Dalam pasal ini tidak dibahas, mengenai anggota partai politik yang apabila telah terpilih menjadi Presiden atau Wakil Presiden untuk diberhentikan dari keanggotaan partai. Dalam hal ini dapat berpotensi untuk disalahgunakan oleh partai politik serta bisa memengaruhi agar Presiden mengambil kebijakan-kebijakan yang populer terutama menjelang masa pemilu dengan tujuan semata-mata untuk mendongrak suara partai politik. Selain itu Setelah memangku jabatan sebagai presiden/ wakil presiden seluruh waktunya seharusnya hanya untuk nusa dan bangsa. Namun dengan tetap menjadi anggota, pelindung/penasihat parpol, waktunya akan banyak tersita untuk memikirkan parpolnya dan mengakibatkan kewajiban sebagai presiden atau wakil presiden menjadi terabaikan. Selain itu juga jika tidak mundur dari keanggotaan, presiden/wakil presiden itu dipastikan akan selalu lebih melindungi, menguntungkan dan mendahulukan kepentingan parpolnya. Hal itu memunculkan diskriminasi kebijakan dan tindakan. Sehingga dapat saja aspirasi rakyat tidak didengar dan tidak ditampung hanya kepentingan partai politiknya saja yang didengar. Dan ini dapat melanggar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam pasal 28 UUD 1945.
Hanya ini saja yang dapat saya simpulkan dari analisis mengenai RUU Partai Politik Tahun 2007. Bahwa apabila dalam RUU ini, tidak dipertegas dan diperinci mengenai pemberhentian anggota partai politik yang telah terpilih menjadi presiden ataupun wakil presiden. Sehingga mungkin saja terdapat sifat subyektif dari pemimpin bangsa dan Negara ini dalam menampung dan mendengarkan aspirasi rakyat. Yaitu hanya mendengarkan aspirasi yang diberikan oleh partai politiknya yang telah mencalonkan dia sebagai presiden. Dan mengabaikan aspirasi dari pihak lain.