Rabu, 21 April 2010

Tugas Analisa RUU Partai Politik

Analisa RUU Partai Politik 2007

Dalam RUU Partai Politik Tahun 2007, memberikan penjelasan umum seperti ini

I. UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.

Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui.

Undang-Undang ini mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara.

Dalam Undang-Undang ini diamanatkan perlunya pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa.

Dalam Undang-Undang ini dinyatakan secara tegas larangan untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukan dengan memegang teguh prinsip berkeadilan dan menghormati hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Seluruh pokok pikiran di atas dituangkan dalam Undang-Undang ini dengan sistematika sebagai berikut: (1) Ketentuan Umum; (2) Pembentukan Partai Politik; (3) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; (4) Asas dan Ciri; (5) Tujuan dan Fungsi; (6) Hak dan Kewajiban; (7) Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8) Organisasi dan Tempat Kedudukan; (9) Kepengurusan; (10) Pengambilan Keputusan; (11) Rekrutmen Politik; (12) Peraturan dan Keputusan Partai Politik; (13) Pendidikan Politik; (14) Penyelesaian Perselisihan Partai Politik; (15) Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan Penggabungan Partai Politik; (18) Pengawasan; (19) Sanksi; (20) Ketentuan Peralihan; dan (21) Ketentuan Penutup.

Dalam RUU Partai Politik Tahun 2007 saya ingin menganalisa RUU ini apakah dapat menampung aspirasi rakyat ataukah tidak.

Dalam RUU ini terdapat pasal yang bertentangan dengan dengan Pasal 28 UUD 1945 mengenai Hak Asasi Manusia. Yaitu Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik apabila: (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri secara tertulis; (c) menjadi anggota Partai Politik lain; atau (d) melanggar AD dan ART”.

Dalam pasal 16 ayat (1) RUU Partai Politik Tahun 2007 ini, hanya dijelaskan anggota partai politik yang diberhentikan dari partai politik apabila meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, menjadi anggota partai politik lain, dan melanggar AD dan ART.

Dalam pasal ini tidak dibahas, mengenai anggota partai politik yang apabila telah terpilih menjadi Presiden atau Wakil Presiden untuk diberhentikan dari keanggotaan partai. Dalam hal ini dapat berpotensi untuk disalahgunakan oleh partai politik serta bisa memengaruhi agar Presiden mengambil kebijakan-kebijakan yang populer terutama menjelang masa pemilu dengan tujuan semata-mata untuk mendongrak suara partai politik. Selain itu Setelah memangku jabatan sebagai presiden/ wakil presiden seluruh waktunya seharusnya hanya untuk nusa dan bangsa. Namun dengan tetap menjadi anggota, pelindung/penasihat parpol, waktunya akan banyak tersita untuk memikirkan parpolnya dan mengakibatkan kewajiban sebagai presiden atau wakil presiden menjadi terabaikan. Selain itu juga jika tidak mundur dari keanggotaan, presiden/wakil presiden itu dipastikan akan selalu lebih melindungi, menguntungkan dan mendahulukan kepentingan parpolnya. Hal itu memunculkan diskriminasi kebijakan dan tindakan. Sehingga dapat saja aspirasi rakyat tidak didengar dan tidak ditampung hanya kepentingan partai politiknya saja yang didengar. Dan ini dapat melanggar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam pasal 28 UUD 1945.

Hanya ini saja yang dapat saya simpulkan dari analisis mengenai RUU Partai Politik Tahun 2007. Bahwa apabila dalam RUU ini, tidak dipertegas dan diperinci mengenai pemberhentian anggota partai politik yang telah terpilih menjadi presiden ataupun wakil presiden. Sehingga mungkin saja terdapat sifat subyektif dari pemimpin bangsa dan Negara ini dalam menampung dan mendengarkan aspirasi rakyat. Yaitu hanya mendengarkan aspirasi yang diberikan oleh partai politiknya yang telah mencalonkan dia sebagai presiden. Dan mengabaikan aspirasi dari pihak lain.

Kamis, 08 April 2010

Indonesian Political System

Keberadaan pemerintah sangat banyak membantu, karena pemerintah sebagai wakil rakyat, ia mewakili sekian banyak rakyat untuk menjalankan fungsi pemerintahan, sehingga tidak semua rakyat terjun langsung untuk menjalankan roda pemerintahan. Bayangkan jika semua urusan tentang Indonesia diurusi oleh semua rakyat maka akan banyak pendapat yang berbeda – beda. Dan keberadaan pemerintah ini harus sangat di dukung namun di sisi lain selayaknya pemerintah menjalankan fungsi dan tugas mereka sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Sehingga masyarakat pun memiliki kepercayaan kepada wakil nya.


Peran ekonomi pemerintahan suatu negara yang menganut demokrasi social sangat merata. Karena sepengetahuan saya sebuah negara yang menganut system seperti ini memiliki kesamaan rata terhadap lainnya. Maksudnya semua warga negara sama rata dalam segala hal termasuk pendapatannya tanpa terkecuali baik presiden, buruh, atlet dll. Kebaikannya dari system ini adalah tidak terjadinya kesenjangan social antara yang kaya dan yang miskin semua memiliki hak yang sama, namun keburukannya tidak adil terhadap apa yang ia usahakan.

Pemerintahan Presidensial adalah salah satu sistem pemerintahan, dimana semua menteri bertanggung jawab kepada presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR atau parlemen. Dapat dikatakan bahwa wewenang penuh dalam aktivitas pemerintahan dipegang oleh Presiden.
Ciri – cirri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislative.
3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlemen.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislative dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Kelebihan dari sistem presidensial adalah sebagai berikut :
1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
3. Penyusun program kerja cabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan – jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan dari sistem presidensial adalah sebagai berikut :
1. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislative sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
2. Sistem pertanggung jawaban kurang jelas
3. Pembuatan keputusan atau kebijakan public umumnya hasil tawar – menawar antara eksekutif dengan legislative sehingga dapat terjadi keputusan yang tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
Pemerintahan Parlementer
Pemerintahan parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan dimana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya.
Ciri – cirri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :
1. Badan legislative atau parlemen adalah satu satunya badan yang angotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislative.
2. Anggota parlemen terdiri atas orang – orang dari partai politik yang memenangkan pemilihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3. Pemerintah atau cabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin cabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksanakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota cabinet umumnya berasal dari parlemen.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu – waktu parlemen dapat menjatuhkan cabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada cabinet.
5. Kepala Negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala Negara adalah presiden dalam Negara Republik atau raja / sultan dalam Negara monarki. Kepala Negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai symbol kevaulatan dan keutuhan Negara.
6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan cabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen, Selanjutnya diadakan pemilihan umum lagi, untuk pembentukan parlemen baru.
Kelebihan sistem parlementer adalah sebagai berikut :
1. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislative. Hal ini dikarenakan kekuasaan eksekutif dan legislative berada pada satu partai atau koalisi partai.
2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap cabinet sehingga cabinet menjadi berhati – hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan sistem parlementer adalah sebagai berikut :
1. Kedudukan badan eksekutif / cabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu – waktu cabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
2. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau cabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu – waktu cabinet dapat dibubarkan.
3. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota cabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka ynag besar diparlemen dan partai, anggota cabinet dapat menguasai parlemen.
4. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan – jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Sehingga secara umum perbedaan sistem pemerintahan presidensial dan parlementer berada pada Penyelenggara pemerintahan dan tanggung jawab pemerintahan.

Pemilihan presiden yang dilakukan pertama kali dengan melakukan pengambilan suara melalui rakyatnya tidak dapat membuat pemerintah di indonesia dapat bertanggung jawab karena pemerintah di indonesia dipastikan akan lepas tangan atau tidak mau ikut campur dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh presiden maupun wakil presiden dapat dipastikan juga pemerintah di indonesia tidak mau terlihat melakukan kesalahan dengan beresiko turut ikut campur dalam keputusan pengambilan suara ini karena kemungkinan prinsip yang diambil oleh pemerintah dengan melakukan pemilihan yang dilakukan oleh rakyat ini semua resiko dan tanggung jawab apa yang dia pilih harus dipertanggung jawabkan dengan apa yang rakyat sudah putuskan. Oleh sebab itu pemerintah hanya dapat mengarahkan dan mencoba memberitahu masyarakat yang mana yang baik untuk dipilih atau yang pantas untuk memimpin negara kita agar nantinya tidak terjadi kesalahan dalam proses memimpin negara ini dan juga agar nantinya pemerintah tidak disalahkan nantinya karena pemilihan yang dipilih oleh rakyat tidak sesuai dengan yang dibayangkannya,untuk itu pemerintah hanya bertugas untuk mengarahkan aspirasi rakyat saja dan tidak lebih dari itu karena semua keputusan dalam pemilihan suara presiden dan wakil presiden dilakuka oleh rakyat dan keputusan itu tidak dapat diganggu gugat

Sebenarnya keberadaan pemerintah sangat mendukung masyarakat. Karena pemerintah berperan sebagai wakil rakyat. Bayangkan saja tidak ada pemerintah maka semua rakyat Indonesia campur tangan untuk mengatur pemerintahan Indonesia baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dll.

kode etik jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.


Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDOENSIA
Nomor 02 Tahun 2007
Tentang
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN
Menimbang:
1. bahwa dalam rangka pengaturan perilaku lembaga penyiaran dan lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam dunia penyiaran di Indonesia dibutuhkan suatu pedoman yang wajib dipatuhi bersama oleh lembaga penyiaran agar dalam memanfaatkan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas dapat senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya;
2. bahwa dengan munculnya stasiun-stasiun televisi dan radio baru di seluruh pelosok Indonesia, harus disusun standar baku yang mampu mendorong lembaga penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Penyiaran Indonesia memandang perlu untuk menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran.

Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 3886);
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389)
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penetapan Pengangkatan Keanggotaan Komisi Penyiran Indonesia Untuk Masa Jabatan Tahun 2007 – 2010.
12. Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 001 Tahun 2007 tentang Penetapan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Untuk Masa Jabatan 2007 – 2010.

Memperhatikan:
1. Usulan dan masukan dari organisasi dan asosiasi masyarakat penyiaran;
2. Usulan dan masukan dari berbagai kelompok masyarakat dari berbagai daerah.
3. Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional ke-5 Komisi Penyiaran Indonesia di Bali pada tanggal 30 Juli 2007.

M E M U T U S K A N

Menetapkan: PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi Lembaga Penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelenggarakan dan mengawasi sistem penyiaran nasional Indonesia.
2. Pedoman Perilaku Penyiaran merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan atau tidak boleh dalam proses pembuatan program siaran.
3. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran;
4. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran;
5. Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan;
6. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan;
7. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Yang dimaksud dengan program faktual adalah program siaran yang menyajikan fakta non-fiksi, diproduksi dengan berpegang pada prinsip jurnalistik, terutama apabila materi yang disiarkan berkaitan dengan kebijakan publik.
9. Yang termasuk dalam program faktual adalah program berita, features, dokumentasi, program realita (reality show), konsultasi on-air, diskusi, talkshow, jajak pendapat, pidato, ceramah, editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program-program sejenis lainnya yang bersifat nyata, terjadi tanpa rekayasa.
10. Yang dimaksud dengan program non-faktual adalah program siaran yang berisi ekspresi, pengalaman situasi dan/atau kondisi individual dan/atau kelompok yang bersifat rekayasa atau imajinatif dan bersifat menghibur.
11. Yang termasuk di dalam program non faktual adalah drama yang dikemas dalam bentuk sinetron atau film, program musik, seni, dan/ atau program-program sejenis lainnya yang bersifat rekayasa dan bertujuan menghibur.
12. Program asing adalah program utuh yang diimpor dari luar negeri.
13. Yang dimaksud dengan program yang mengandung muatan kekerasan adalah program yang dalam penyajiannya memunculkan efek suara berupa hujatan, kemarahan yang berlebihan, pertengkaran dengan suara seolah orang membanting atau memukul sesuatu, dan/atau visualisasi gambar yang nyata-nyata menampilkan tindakan seperti pemukulan, pengrusakan secara eksplisit dan vulgar.
14. Komisi Penyiaran Indonesia adalah selanjutnya disebut KPI adalah Lembaga Negara Independen, mengatur hal-hal mengenai penyiaran yang tugas, fungsi dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
15. KPI Pusat berkedudukan di ibukota Negara dan KPI Daerah berkedudukan di ibukota propinsi.
16. KPI Pusat dan KPI Daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, berwenang untuk mengawasi lembaga penyiaran dalam pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran.

BAB II
DASAR, TUJUAN, ARAH
Pasal 2
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan pada nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, standar profesi dan pedoman perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan untuk menghormati asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum, asas keamanan, asas keberagaman, asas kemitraan, etika, asas kemandirian, dan asas kebebasan dan tanggungjawab.
Pasal 4
Pedoman Perilaku Penyiaran diarahkan agar:
1. Lembaga penyiaran taat dan patuh hukum terhadap segenap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia;
2. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural;
4. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi Hak-hak Asasi Manusia;
5. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi prinsip jurnalistik;
6. Lembaga penyiaran melindungi kehidupan anak-anak, remaja, dan kaum perempuan;
7. Lembaga penyiaran melindungi kaum marginal;
8. Lembaga penyiaran melindungi publik dari pembodohan dan kejahatan; dan
9. Lembaga penyiaran menumbuhkan demokratisasi.

BAB III
ISI
Pasal 5
Pedoman Perilaku Penyiaran menentukan standar isi siaran yang berkaitan dengan:
1. rasa hormat terhadap nilai-nilai Agama;
2. kesopanan dan kesusilaan;
3. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;
4. pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
5. penggolongan program menurut usia khalayak;
6. rasa hormat terhadap hak pribadi;
7. penyiaran program dalam bahasa asing;
8. ketepatan dan kenetralan program berita;
9. siaran langsung; dan
10. siaran iklan.

BAB IV
PENGHORMATAN TERHADAP SUKU, AGAMA, RAS DAN ANTARGOLONGAN
Pasal 6
1. Lembaga penyiaran harus menyajikan program dan isi siaran yang menghormati perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.
2. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan isi siaran yang merendahkan, mempertentangkan, dan/atau melecehkan perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan.

BAB V
PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN
Pasal 7
Lembaga penyiaran harus senantiasa berhati-hati agar isi siaran yang dipancarkannya tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam Agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang ekonomi.
BAB VI
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK, REMAJA DAN PEREMPUAN
Pasal 8
Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja dan perempuan.

BAB VII
PELARANGAN DAN PEMBATASAN PROGRAM ADEGAN SEKSUAL, KEKERASAN DAN SADISME
Bagian Pertama
Pelarangan dan Pembatasan Adegan Seksual
Pasal 9
1. Lembaga penyiaran televisi dilarang menampilkan adegan yang secara jelas didasarkan atas hasrat seksual.
2. Lembaga penyiaran televisi dibatasi menyajikan adegan dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, termasuk di dalamnya: mencium rambut, mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium tangan, dan sungkem.

Bagian Kedua
Pelarangan dan Pembatasan Adegan Kekerasan dan Sadisme
Pasal 10
1. Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi).
2. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis.
3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan.
5. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan dan jelas, dibatasi waktu penayangannya.

BAB VIII
PENGGOLONGAN PROGRAM SIARAN TELEVISI
Pasal 11
1. Lembaga penyiaran televisi wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan informasi klasifikasi program isi siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.
2. Penggolongan isi siaran diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelompok usia, yaitu:
1. Klasifikasi A: Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia di bawah 12 tahun;
2. Klasifikasi R: Tayangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12-18 tahun;
3. Klasifikasi D: Tayangan untuk Dewasa; dan
4. Klasifikasi SU: Tayangan untuk Semua Umur.
3. Untuk memudahkan khalayak penonton mengidentifikasi, informasi penggolongan program isi siaran ini harus terlihat di layar televisi di sepanjang acara berlangsung.
4. Secara khusus atas program isi siaran yang berklasifikasi Anak dan/atau Remaja, lembaga penyiaran dapat memberi peringatan dan himbauan tambahan bahwa materi program isi siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu mendapatkan arahan dan bimbingan orangtua.
5. Peringatan atau himbauan tambahan tersebut berbentuk kode huruf BO (Bimbingan Orangtua) ditambahkan berdampingan dengan kode huruf A untuk klasifikasi Anak, dan/atau R untuk klasifikasi Remaja. Kode huruf BO tidak berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi penggolongan program isi siaran, namun harus bersama-sama dengan klasifikasi A dan R.

BAB IX
PRIVASI
Pasal 12
Dalam menyelenggarakan suatu program siaran baik itu bersifat langsung (live) atau rekaman (recorded), lembaga penyiaran wajib menghormati hak privasi, sebagai hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subyek dan obyek berita.

BAB X
NARASUMBER
Pasal 13
1. Dalam setiap program yang melibatkan narasumber, lembaga peyiaran harus menjelaskan terlebih dahulu secara terus terang, jujur, dan terbuka kepada narasumber atau semua pihak yang akan diikutsertakan, tentang sifat, bentuk, dan tujuan dari acara, sehingga dipastikan bahwa narasumber sudah benar-benar mengerti semua hal tentang acara yang akan mereka ikuti.
2. Lembaga penyiaran wajib memperlakukan narasumber dengan hormat dan santun.


BAB XI
BAHASA SIARAN
Pasal 14
1. Lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik tertulis atau lisan kecuali bagi program siaran atau berita yang disajikan dalam bahasa daerah atau asing.
2. Lembaga Penyiaran yang menggunakan bahasa asing dalam pemberitaan, hanya boleh menyiarkan sebanyak 30 % dari total siaran acara.
3. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang menyiarkan program-program asing melalui saluran-saluran asing yang ada dalam paket siaran, harus membuat terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, baik dalam bentuk sulih suara atau berupa teks.
BAB XII
PRINSIP JURNALISTIK
Pasal 15
1. Lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi program faktual wajib mengindahkan prinsip jurnalistik, yaitu akurat, berimbang, ketidakberpihakan, adil, tidak beritikad buruk, tidak mencampuradukkan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
2. Lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk kepada peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Jurnalistik yang berlaku.

BAB XIII
SENSOR
Pasal 16
1. Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF).
2. Lembaga penyiaran televisi wajib melakukan sensor internal secara mandiri atas materi siaran non berita seperti sinetron, program komedia, program musik, klip video, program features/dokumenter, baik asing mau pun lokal, yang bukan siaran langsung.

BAB XIV
PENGAWASAN, PENGADUAN DAN PENANGGUNGJAWAB
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 17
1. KPI mengawasi pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran.
2. Pedoman Perilaku Penyiaran harus menjadi pedoman lembaga penyiaran dalam memproduksi suatu program siaran.
3. Pedoman Perilaku Penyiaran wajib dipatuhi oleh semua lembaga penyiaran


Bagian Kedua
Sosialisasi
Pasal 18
Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan isi Pedoman Perilaku Penyiaran kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, dan pendanaan program siaran, baik asing mau pun lokal, dari lembaga penyiaran bersangkutan.


Bagian Ketiga
Pengaduan
Pasal 19
Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku dapat mengadukan ke KPI.
Pasal 20
KPI menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.


Pasal 21
Dalam hal KPI memutuskan untuk mempertimbangkan keluhan dan atau pengaduan, Lembaga Penyiaran tersebut diundang untuk didengar keterangannya guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut tentang materi program yang diadukan tersebut.

Bagian Keempat
Hak Jawab
Pasal 22
1. KPI memberikan kesempatan kepada Lembaga Penyiaran yang diduga melakukan pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran untuk melakukan klarifikasi berupa hak jawab, baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk didengar langsung keterangannya sebelum keputusan ditetapkan.
2. Berkaitan dengan ketentuan ayat (1) di atas, setiap Lembaga Penyiaran harus menunjuk seorang ‘penangan pengaduan’ yang akan menangani setiap laporan dan pengaduan tentang kemungkinan pelanggaran.

Bagian Kelima
Materi Rekaman Siaran dan Keputusan
Pasal 23
1. Untuk kepentingan pengambilan keputusan, KPI memiliki wewenang untuk meminta kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan untuk memperlihatkan rekaman bahan siaran yang diadukan lengkap dengan penjelasan-penjelasan tertulis dari penanggung jawab program lembaga penyiaran tersebut.
2. Berkaitan dengan ayat (1), lembaga penyiaran wajib menyimpan materi rekaman siaran selama minimal satu tahun.

Bagian Keenam
Penanggungjawab
Pasal 24
1. Bila terjadi pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran, maka yang bertanggung jawab adalah Lembaga Penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung dugaan pelanggaran tersebut.
2. Ketentuan dalam ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program, baik faktual maupun non-faktual, program yang diproduksi sendiri maupun yang dibeli dari pihak lain dan/atau asing, program yang dihasilkan dari suatu kerjasama produksi maupun yang disponsori oleh pihak lain dan/atau asing.

Bagian Ketujuh
Pencatatan Pelanggaran
Pasal 25
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran terhadap Pedoman Program Penyiaran akan dicatat dan direkam oleh KPI dan akan menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam hal memberikan keputusan-keputusan yang menyangkut Lembaga Penyiaran, termasuk keputusan dalam hal perpanjangan izin siaran.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Pedoman Perilaku Penyiaran secara berkala dinilai kembali oleh KPI sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku, serta pandangan dari masyarakat.
Pasal 27
Pada saat Peraturan KPI ini mulai berlaku, maka Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/5/2006 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 28
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Culture of India

One of India Cultures

Dance forms in India : Folk music and tradition is the rich heritage of modern India. Despite the advent of technology, open communication and developments in all fields, the area of fine arts still gives a proud picture of our India. Dance is a part of celebration and is the intrinsic part of Indian glory. There are folk dances which are distinct and distinguished as per the geography. This also calls for a lot of make up talents and attire which only enhances the beauty of the dance and song.

The ghumar dance of Rajashtan is a lot about rotation and typical palm movements. The ghungrus and the ghungat impart more style to this type of dance. The Lavani of Maharasthra is now being revoked by sincere people and the type of dance is now again getting traditional in its concept without being polluted by other influences. The gharba dance which was a form of raas by the gopis and Krishna is now being followed in all parts of India.

The Manipuri and Oddissi dance is very ethnic in its concept. There are a number of folk dances which still happen in the villages where the authentic lifestyle of rural India is displayed. Dance is the main form of artistic entertainment along with folk songs and other influences that is brought in by cinema. Acknowledging the subtle distinguishing points, the essence of Indian dance form is pure and unique.

Even in India, a dancer must start studying dance since the age of six years. Agility also must always be trained


Uniqueness is
Dance from India is unique compared to dances from other countries. an Indian dancer dancing to express facial or hand and body movements that vary in each situation. Dancers can describe the waves in the ocean, love, to anger.
agility and understanding of the meaning of the dance can not be obtained in a short time. Even in India alone, a dancer must start studying dance since the age of six years.
Agility also must always be trained

Excess of india cultures

Excess of india cultures very different from other countries is in the form of dance. It was a very famous dance culture of india this is still preserved from ancient times until today. It also dances india has been undertaken by the international world and there are many forms of dance academies overseas Indians. And in india dances as cultural heritage has taught since school. And may become mandatory subjects.


Bentuk tarian di India: Folk musik dan tradisi merupakan warisan yang kaya india modern. Terlepas dari munculnya teknologi, komunikasi terbuka dan perkembangan di segala bidang, bidang seni rupa masih memberikan gambaran bangga kami india. Tari adalah bagian dari perayaan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kemuliaan India. Ada tarian rakyat yang berbeda dan dibedakan sebagai per geografi. Hal ini juga menuntut banyak membuat bakat dan pakaian yang hanya meningkatkan keindahan tari dan lagu.
Bentuk tari India telah dijalani internasional dan ada banyak akademi bentuk tarian India di luar negeri. Partisipasi merupakan dorongan untuk tradisi India dan anugerah untuk NRI's yang mencintai menyekutukan diri dengan budaya India. Bharatnatyam adalah bentuk yang paling terkenal tarian dari Selatan. Tetap hidup dengan upaya tulus guru tradisional dan kesetiaan dari banyak mahasiswa, ini adalah bentuk tarian yang hampir sebuah agama untuk banyak orang yang memuja itu.

Bharatanatyam tarian yang biasanya dilakukan dengan menekuk lutut dalam posisi ke depan dan memiliki kesempatan untuk menampilkan Nav Ras atau emosi. Make up gaya dan pakaian yang sangat khas dan karenanya memungkinkan banyak ekspresi.
Kuchupidi adalah bentuk tarian khas lagi dari selatan. Kathakali dan memiliki banyak melakukan seperti memerankan drama dan penggunaan masker, peralatan dan bangun. Ada banyak sekolah yang memberi pelatihan dan mencari bentuk tarian ini pengetahuan adalah sebuah perjalanan dengan sendirinya.

Ghumar tarian yang Rajashtan adalah banyak tentang rotasi dan khas gerakan sawit. Para ghungrus dan menanamkan ghungat lebih gaya jenis tarian ini. Lavani dari Maharasthra yang sekarang sedang dicabut oleh orang-orang yang tulus dan jenis tari sekarang lagi mendapatkan tradisional dalam konsep tanpa tercemar oleh pengaruh-pengaruh lain. The gharba tari yang merupakan bentuk Raas oleh gopis dan Krishna sekarang sedang diikuti di semua daerah di India.

Tari Manipuri dan tari oddisi sangat etnis dalam konsep. Ada beberapa tarian rakyat yang masih terjadi di desa-desa di mana gaya hidup yang otentik pedesaan India akan ditampilkan. Tari merupakan bentuk utama artistik hiburan bersama dengan lagu-lagu rakyat dan pengaruh-pengaruh lain yang dibawa oleh bioskop. Mengakui poin membedakan halus, esensi dari bentuk tarian India murni dan unik.

Bahkan di India saja, seorang penari harus memulai mempelajari tarian sejak usia enam tahun. Kegesitan pun mesti selalu dilatih

Keunikannya adalah

Tarian asal India memiliki keunikan dibandingkan tarian asal negara lainnya. seorang penari India mampu mengekspresikan tariannya dengan mimik wajah atau gerakan tangan dan tubuh yang berbeda-beda pada tiap suasana. Penari mampu menggambarkan gelombang di lautan, kasih sayang, hingga kemarahan.
kegesitan dan pemahaman arti tarian
tidak bisa didapatkan dalam tempo singkat. Bahkan di India saja, seorang penari harus memulai mempelajari tarian sejak usia enam tahun. Kegesitan pun mesti selalu dilatih

Kelebihan budaya india

Kelebihan budaya india yang berbeda dari Negara lain ialah berupa tarian. Sudah sangat terkenal sekali kebudayaan tarian dari india ini yang masih dipertahankan dari jaman dahulu hingga jaman sekarang. Selain itu juga tarian-tarian india ini telah dijalani oleh dunia internasional dan ada banyak akademi bentuk tarian India di luar negeri. Dan di india tarian-tarian sebagai warisan kebudayaan telah diajarkan sejak dibangku sekolah. Dan mungkin menjadi pelajaran wajib.


Bharat-Natyam

Talking about Indian classical dance form, mention of Bharat Natyam comes on top.The beauty of the dance together with its required perfection could be a strong reason for its popularity.It takes years to perform Bharat Natyam with perfection.Only those with a deep passion for this art form can complete the course successfully.It’s an amazing dance form that exhibits the right balance of stiffness and flexibility.

Bharat Natyam has been practiced in India since the ancient times.In those times, Bharat Natyam dancers performed only in temples or in the King’s court.Until centuries later, it got the recognition of a performing art in Tanjore.It was done by four brothers Wadivellu, Chennaiya, Punnaiya and Shivanand around the 19th century.
After all the exposure it has got in the recent times, Bharat Natyam has moved a step ahead from the traditional steps and got more experimental.It has enhanced the creativity of the guru and has kept the audience interested.

Bharat Natyam demands a high level of discipline from the dancer; this actually helps in the personality development of the dancer.The dance movements are such that it does a lot of good to the facial muscles and physical appearance of the dancer.

The specially designed Bharat Natyam costume adds up to the charm of the dance and the dancer.It is one of the rare art form which has no threat from western influence on the country.Even today young children are joining Bharat Natyam classes and their interest keeps growing every year.


Bharat-Natyam

Berbicara tentang bentuk tarian klasik India, menyebutkan Bharat Natyam datang pada keindahan top.The dansa bersama-sama dengan kesempurnaan yang diperlukan bisa menjadi alasan kuat untuk popularity.It waktu bertahun-tahun untuk melakukan Bharat Natyam dengan perfection.Only mereka dengan semangat yang mendalam bentuk seni ini dapat menyelesaikan kursus successfully.It 's bentuk tarian yang menakjubkan yang menunjukkan keseimbangan yang tepat dari kekakuan dan fleksibilitas.

Natyam Bharat telah dipraktikkan di India sejak times.In kuno masa-masa itu, Bharat penari Natyam dilakukan hanya dalam kuil-kuil atau di King's court.Until abad kemudian, ia mendapat pengakuan dari sebuah pertunjukan seni di Tanjore.It dilakukan oleh empat bersaudara Wadivellu, Chennaiya, Punnaiya dan Shivanand sekitar abad ke-19.
Setelah semua itu telah mendapat pemaparan di akhir-akhir ini, Bharat Natyam telah bergerak selangkah lebih maju dari langkah-langkah tradisional dan punya lebih banyak experimental.It telah meningkatkan kreativitas para guru dan penonton tetap tertarik.

Natyam Bharat menuntut tingkat disiplin tinggi dari sang penari; ini sebenarnya membantu dalam pengembangan kepribadian dancer.The gerakan tari sedemikian rupa sehingga tidak banyak yang baik untuk otot-otot wajah dan penampilan fisik penari.

Bharat yang dirancang secara khusus menambahkan Natyam kostum hingga pesona tarian dan dancer.It adalah salah satu bentuk seni yang langka yang tidak memiliki ancaman dari pengaruh barat pada hari ini country.Even anak-anak muda yang bergabung Bharat Natyam kelas dan minat mereka terus
tumbuh setiap tahun.
Kuchipudi

Another dance form from South of India, Andhra Pradesh to be precise… Kuchipudi got its recognition from this state as it was re-developed here. The costumes, music, steps have some resemblance to Bharat Natyam but it`s still a lot different than Bharat Natyam. In Kuchpudi, the expressions on the dancers are less dramatic, fast movements, more footwork. The dancer also present various pose as in the temple sculptures.

The name of this dance form is inspired from Kuchelapuram, Andhra Pradesh where this art form got a re-birth. The basic theme with Kuchipudi also is of devotional type. A lot of patience and dedication is expected from enthusiasts wanting to learn Kuchpudi. Earlier, Men would perform Kuchipudi wearing female costume. However, now they dance as the male companion of the female dancer. But it is more common to see female dancers in Kuchipudi dance.

The best element of Kuchipudi dance is Tarangam. Here the dancer balances on the top of a brass plate and dances or the dancer dances with mud or metal pot over their head. It is not an easy task to do. The dancer needs to have all their focus and attention on the dance; one wrong step can spoil the dance. But the trained Kuchipudi dancers manage to get the art right after years of practice.

To conclude, Kuchipudi dance form emphasizes on presentation, speech and last but not the least dance. All of the three should be in perfect co-ordination to bring out the perfection, Kuchipudi dance demands.


Kuchipudi

Bentuk tari lain dari Selatan India, Andhra Pradesh tepatnya ... Kuchipudi mendapat pengakuan dari negara ini seperti yang kembali dikembangkan di sini. Kostum, musik, langkah-langkah memiliki beberapa kemiripan dengan Bharat Natyam tetapi `s masih banyak berbeda dari Natyam Bharat. Dalam Kuchpudi, ekspresi penari kurang dramatis, gerakan cepat, lebih gerak kaki. Para penari juga hadir berbagai pose seperti pada patung-patung candi.

Nama bentuk tarian ini terinspirasi dari Kuchelapuram, Andhra Pradesh di mana bentuk seni ini mendapat kelahiran kembali. Tema dasar dengan Kuchipudi juga adalah tipe devosional. Banyak kesabaran dan dedikasi yang diharapkan dari para penggemar yang ingin belajar Kuchpudi. Sebelumnya, Pria akan melakukan Kuchipudi wanita mengenakan kostum. Namun, sekarang mereka menari sebagai pendamping laki-laki dari penari wanita. Tetapi itu lebih sering melihat penari perempuan dalam Kuchipudi menari.

Unsur terbaik adalah Kuchipudi tarian Tarangam. Di sini penari saldo di atas piring kuningan dan tarian atau penari tarian dengan lumpur atau logam panci di atas kepala mereka.
Ini bukan tugas yang mudah untuk dilakukan. Penari harus memiliki semua fokus dan perhatian pada tarian; satu langkah salah bisa merusak tarian. Tapi penari Kuchipudi terlatih berhasil mendapatkan seni tepat setelah bertahun-tahun latihan.

Untuk menyimpulkan, bentuk tarian Kuchipudi menekankan pada presentasi, pidato dan terakhir namun tidak sedikit tarian. Semua dari ketiga harus dalam koordinasi yang sempurna untuk membawa kesempurnaan, tari Kuchipudi tuntutan


Kathakali

A very rare of Indian Classical dance is Kathakali. It is rare because traditionally speaking Kathakali was performed only by male dancers. However, with the growing popularity of this dance form and the creativity involved for the dancers even Women were seen participating in it. Earlier, the character of a woman was played by a male artist. Other than that, the make-up done on the dancers is also very different and colorful; even music and lyrics style is different.

Kathakali was initiated by King Kottarakara Thampuran of Kottarakara in Kerala. So it is but obvious that the script for Kathakali is in Malayalam. It was then known as Ramanaattam, as it is based on the life of Lord Rama. However, it can also be on themes like Mahabharata. Originally, this dance form was performed during the nights till morning during festivals. It was an entertaining way of thinking of Lord Rama the entire night. However, as it got more publicity and came out of Kerala it was done during the day time as a mean of promoting the dance form further. However, still in South of India, Kathakali is done from late night to morning.

It is observed in Kathakali there are various Good, bad and evil characters. These characters can be recognized by the color of their face. The dancer playing Lord Rama would have his face painted in green, While the one playing Ravana (the evil demon with good family background) is painted in green too but has red horizontal stripes on the face. All female characters are painted with yellow color.


Kathakali

Yang sangat langka tarian klasik India adalah Kathakali. Jarang karena berbicara secara tradisional Kathakali hanya dilakukan oleh penari laki-laki. Namun, dengan semakin populernya tarian ini bentuk dan kreativitas yang terlibat untuk para penari bahkan terlihat Perempuan berpartisipasi di dalamnya. Sebelumnya, karakter seorang wanita dimainkan oleh seorang artis laki-laki. Selain itu, make-up yang dilakukan pada para penari juga sangat berbeda dan berwarna-warni, bahkan gaya musik dan lirik yang berbeda.

Kathakali ini diprakarsai oleh Raja Kottarakara Thampuran dari Kottarakara di Kerala. Jadi itu adalah tetapi jelas bahwa script untuk Kathakali adalah Malayalam. Itu kemudian dikenal sebagai Ramanaattam, seperti yang didasarkan pada kehidupan Lord Rama. Namun, hal itu juga dapat pada tema-tema seperti Mahabharata. Awalnya, bentuk tarian ini dilakukan pada malam sampai pagi selama festival. Itu adalah cara berpikir menghibur Lord Rama sepanjang malam. Namun, karena mendapat lebih publisitas dan keluar dari Kerala itu dilakukan pada siang hari sebagai sarana mempromosikan bentuk tarian lebih lanjut. Namun, masih di Selatan India, Kathakali dilakukan dari akhir malam ke pagi.

Hal ini diamati dalam Kathakali terdapat berbagai Baik, buruk dan jahat karakter. Karakter ini dapat diakui oleh warna wajah mereka. Tuhan bermain penari Rama akan wajahnya dicat warna hijau, Sementara satu bermain Rahwana (setan yang jahat dengan latar belakang keluarga baik-baik) yang dicat dengan warna hijau juga, tapi garis-garis horisontal merah pada wajah. Semua karakter perempuan dicat dengan warna kuning.
Manipuri Dance

The term Manipuri for Manipuri dance is derived from the Indian state, Manipur. It is here where this dance form had originated and developed. A beautifully choreographed Manipuri dance glues the audience to the flow of the dance and takes them to another world of ancient India. It is one more of the graceful temple ritual dance which now constitutes as one of the Indian classical dance. Looking back, Manipuri dance is encouraged from the religious festival of Manipur, Lai Haroba.

In Manipuri dance the main theme is based on the interactions between Lord Krishna, Radha and the Gopikas (Milkmaids). For instance, Lord Krishna would be teasing Radha and Gopikas. So there will be one dancer as Lord Krishna and others as Radha and Gopikas. The dancer as Lord Krishna would wear traditional male garments whereas the ladies have a nice puffed skirt and a transparent veil over their face. With those costumes the lady dancers can be easily mistaken for dolls dancing.

Ras leela (Divine dance between Lord Krishna, Radha and Gopikas) and Sankirtana (Devotional songs) are two major elements of the themes for Manipuri dance. Under Sankirtana there are various sub-themes.

Apart from the traditional music and themes, today, experienced Manipuri dance teachers are coming up with new music and themes. There are Manipuri dance institutes not only within India but in the western countries as well. As there are some similarities between Indian classical dances there are vast differences too. This variety is in the style and presentation music of Manipuri dance has its own unique identity that attracts art admirers to it.
Tarian Manipuri

Istilah manipuri untuk tari Manipuri berasal dari negara India, Manipur. Di sinilah bentuk tarian ini berasal dan dikembangkan. Sebuah indah perekat koreografer tari Manipuri penonton untuk aliran dansa dan membawa mereka ke dunia lain India kuno. Ini adalah satu lagi dari candi yang anggun tarian ritual yang kini merupakan sebagai salah satu tari klasik India. Menoleh ke belakang, tarian Manipuri didorong dari festival keagamaan Manipur, Lai Haroba.

Dalam tarian Manipuri tema utama didasarkan pada interaksi antara Lord Krishna, Radha dan Gopikas (Milkmaids). Sebagai contoh, Kresna akan menggoda Radha dan Gopikas. Jadi, akan ada satu penari sebagai Tuhan Krishna dan lain-lain sebagai Radha dan Gopikas. Penari sebagai Tuhan Krishna akan memakai pakaian laki-laki tradisional sedangkan wanita have a nice mengepulkan rok dan kerudung yang transparan di wajah mereka. Dengan kostum orang penari wanita dapat dengan mudah dikira sebagai boneka menari.

Ras Leela (Ilahi tari antara Lord Krishna, Radha dan Gopikas) dan Sankirtana (Devosional lagu) adalah dua elemen utama dari tema untuk tari Manipuri.
Bawah Sankirtana terdapat berbagai sub-tema.

Terlepas dari musik tradisional dan tema, hari ini, berpengalaman manipuri guru tari datang dengan musik dan tema baru. Ada lembaga tari Manipuri tidak hanya di dalam India tetapi di negara-negara barat juga. Seperti ada beberapa kesamaan antara tarian klasik India ada perbedaan besar juga. Keanekaragaman ini adalah dalam gaya dan presentasi musik tari Manipuri memiliki identitas unik yang menarik pengagum seni itu.


Odissi

A Classical dance form from Orissa, Odissi dance got the name from the state Orissa. However, in the ancient times, it was a part of the rituals in the temple from North of India and was referred to as Odra-Magadhi.

Over the years, the art was forgotten and almost finished with the British`s Anti-Nautch movement. Years later, group of art lovers helped in reviving it following the manuscripts and other relevant literature on Indian dance. It would be difficult to say, if the present day Odissi dance is exactly the same as practiced in the olden days.

Until 1950s, Odissi dance was heard of only within India, after that it was gradually exposed globally. The dance form which was originally confined to the temple walls was performed on stage. There are dancing schools now, which pass on this art to young and old enthusiasts. There are regular stage shows on Odissi dance in different parts of India and abroad.

Odissi dance has more religious fervor in it as it was originally a temple dance meant to invoke the blessings of the almighty. The main theme of this dance is based on the courting days of Radha and Lord Krishna.

The dance movements are performed leisurely putting the best expression forward. Similar to Bharat Natyam in Odissi dance also there are the Mudras (hand movements) that are given lot of importance by the dancers. Other than this, beautiful neck and hip movements by the dancers make the dance all the more graceful.


Odissi

Sebuah bentuk tarian klasik dari Orissa, tarian Odissi mendapat nama dari negara bagian Orissa. Namun, pada zaman dahulu, itu adalah bagian dari ritual di kuil dari Utara India dan disebut sebagai Odra-Magadhi.
Selama bertahun-tahun, seni itu terlupakan dan hampir selesai dengan Inggris `s Anti-Nautch gerakan. Bertahun-tahun kemudian, kelompok pecinta seni itu membantu dalam menghidupkan kembali mengikuti naskah dan literatur lain yang relevan pada tari India. Akan sulit untuk mengatakan, jika sekarang tarian Odissi persis sama seperti yang dipraktikkan di masa lalu.

Sampai tahun 1950-an, tarian Odissi terdengar hanya dalam india, setelah itu secara bertahap terbuka global. Bentuk tarian yang awalnya terbatas pada dinding candi dilakukan di atas panggung. Ada sekolah menari sekarang, yang meneruskan seni ini untuk penggemar tua dan muda. Ada pertunjukan panggung biasa pada tari Odissi di berbagai daerah di India dan luar negeri.
Tari Odissi telah lebih semangat keagamaan di dalamnya seperti semula tarian kuil berarti untuk memohon berkat-berkat Mahakuasa. Tema utama tarian ini didasarkan pada hari-hari pacaran Radha dan Lord Krishna.
Gerakan tarian dilakukan santai menempatkan ekspresi terbaik ke depan. Mirip dengan Bharat Natyam dalam tari Odissi juga ada di sana adalah Mudras (gerakan tangan) yang banyak diberikan penting oleh para penari. Selain ini, leher dan pinggul indah gerakan oleh para penari membuat tarian semua lebih anggun.


Attires in Indian culture : Ethnic charm is exuded in simple outfits in India. The tropical climate is well adapted to the range of muslins and cottons. The mixed variety in cotton goes from viscose, polycot and also cotton silk which has a sheen of its own. Attires are very much about the region and climate. The Himalayan costume is suited for the environment where the dress is a blanket wrap in red and black secured with a ethnic pin. The ornaments or jewelry is a festive adornment with a big red bindi to complete the outfit.

The sari happens to be the most versatile drape with its amazing styles of draping and design. The sari is the traditional dress of India which also modifies as per material, drape and style with each region. This has also gone up to international drape style followed by ranking designers on the ramp shows. The chungari sari of the south has the tie and dye pattern that finds its counterpart in the bandhi print of Gujarat. There are embroidery types that seem to be the intrinsic talent of certain regions.
The cardigans and shawls are hand-woven from the North especially the Himachal and Arunchal belt. This displays the rich handicraft culture of India. The modernization in winter wear is seen with details like pockets, zippers, blends of fabrics and easy feel wear. The gota work of Rajashtan and Punjab is skilled golden zari strips woven or fixed on to the main garment like a sari or the dupatta. The most comfortable dress is the salwar kameez that radiates Indianness and is also comfortable.

The south Indian Kerala set-saree is the beautiful print in cream and golden which can be teamed with colored blouses. The navvari sari or the nine yard drape of Mahrasthra is usually found in leaf green color that is symbolic of the newly married bride. The colors also seem to be in mauve, red or blues and the sarees happen as Narayan peth, paithani and various other Belgaum prints.
The padavai is the ghagra choli for young girls in the south that is incomplete without the gold jewelry especially the kaashi gold chain and jhumki earrings. This is also modified as ghagra choli is simple cottons for daily wear in the villages and designed as the lehenga choli in designer wear in the metros.


Attires dalam budaya India: Suku memancarkan pesona adalah pakaian yang sederhana di India. Iklim tropis dengan baik disesuaikan dengan berbagai muslins dan katun. Variasi campuran kapas pergi dari viscose, katun polycot dan juga sutra yang mempunyai kilap sendiri. Attires sangat banyak tentang kawasan dan iklim. Himalaya kostum yang cocok untuk lingkungan di mana gaun adalah bungkus selimut merah dan hitam etnis diamankan dengan peniti. Hiasan atau perhiasan adalah hiasan yang meriah dengan Bindi merah besar untuk melengkapi pakaian.

Sari kebetulan tirai yang paling serbaguna dengan gaya yang menakjubkan kain dan desain. Sari adalah pakaian tradisional India yang juga memodifikasi per bahan, tirai dan gaya dengan masing-masing daerah. Ini juga naik gaya menggantungkan internasional diikuti oleh peringkat desainer di landasan menunjukkan. The chungari sari dari selatan memiliki dye dasi dan pola yang menemukan mitranya dalam jejak bandhi Gujarat.
Ada jenis bordir yang tampaknya menjadi bakat intrinsik daerah tertentu.
The cardigans dan syal adalah tenunan tangan dari Utara dan khususnya Arunchal Himachal ikat pinggang. Ini menampilkan kerajinan kaya budaya india. Modernisasi di musim dingin memakai dilihat dengan rincian seperti saku, ritsleting, paduan kain dan mudah merasa pakai. Karya yang Göta Rajashtan dan Punjab terampil strip Září ditenun keemasan atau tetap pada pakaian utama seperti sari atau Dupatta. Pakaian yang paling nyaman adalah salwar kameez yang memancar Indianness dan juga nyaman.

Kerala India selatan set-saree adalah mencetak indah di krim dan emas yang dapat dipadukan dengan blus berwarna. The navvari sari atau halaman sembilan tirai dari Mahrasthra biasanya ditemukan dalam daun hijau warna yang merupakan simbol dari pengantin yang baru menikah. Warna juga tampaknya berada dalam warna ungu muda, merah atau blues dan sarees terjadi sebagai Peth Narayan, dan berbagai paithani Belgaum sidik jari.
The padavai adalah choli ghagra untuk gadis-gadis muda di selatan yang tidak lengkap tanpa perhiasan emas terutama kaashi rantai emas dan anting-anting jhumki. Hal ini juga diubah sebagai choli ghagra katun sederhana untuk dipakai sehari-hari di desa-desa dan dirancang sebagai desainer lehenga choli di pakai di metros.